

Mengenal Surat Perjanjian ‘Ngontrak’ Rumah!


Ilustrasi. (Foto: WG)


JAKARTA, WartaGriya.Com – Mengapa surat perjanjian sewa rumah itu sangat penting. Apalagi, tak sedikit yang belum paham terkait surat ini.
Terlebih ketika transaksi sewa rumah hanya berdasarkan saling percaya. Bayar langsung bisa menempati rumah tersebut. Padahal, sedikitnya ada 7 alasan penting yang wajib dipahami.
Nah, alasannya apa saja sih? Yuk, Sobat WG akan mengulasnya sebagai berikut. Ternyata tak hanya dalam proses jual beli rumah, namun pada transaksi sewa menyewa juga wajib menggunakan surat pernjanjian. Termasuk urusan sewa rumah!
1. Ikatan Hukum yang Jelas
Sobat WG tak jauh bedanya dengan transaksi jual beli rumah, urusan yang satu ini harus dibuat surat perjanjian sewa rumah.
Salah satu fungsi dari perjanjian tersebut adalah sebagai ikatan hukum yang jelas bagi kedua belah pihak yaitu pihak penyewa dan pihak yang menyewakan rumah.
Surat perjanjian ini bertujuan untuk mengantisipasi adanya kemungkinan terburuk adanya sengketa dikemudian hari.
Konflik tak terduga bisa terjadi antara kedua belah pihak sehingga dibuatnya surat perjanjian menjadi alasan penting.
Sobat WG, semakin paham terkait alasan harus dibuatnya surat perjanjian sewa rumah sebelum melakukan proses transaksi.
2. Alasan Resiko Lebih Besar
Resiko yang lebih besar menjadi salah satu alasan penting kenapa harus dibuat surat penjanjian.
Pentingnya surat perjanjian kontrak atau sewa rumah ini, karena pihak penyewa mempunyai hak lebih kecil dibandingkan pemiliknya.
Salah satu contoh, pada perjanjian awal secara lisan misalnya jangka waktu penyewaan yaitu lima tahun.
Namun, tiba-tiba pemilik rumah punya berniat menjual rumahnya sebelum masa sewa selesai.
Tentu saja, tanpa adanya surat perjanjian kontrak rumah pihak penyewa tak bisa menuntut sisa waktu yang telah dibayarnya.
Potensi sengketa juga bisa terjadi pada kasus lainnya. Misalnya, ketika pihak penyewa telah membayar uang sewa berjumlah besar tapi ternyata kondisi rumah tak sesuai yang dijanjikan pemilik rumah.
Kondisi ini tentunya akan sangat merugikan bagi pihak penyewa terlebih kondisi rumah tidak nyaman karena bocor disana-sani, ditambah pemilik tak mau mengeluarkan biaya perbaikan.
Disinilah alasan penting kenapa surat perjanjian sewa rumah harus dibuat agar bisa dijadikan sebagai payung hukum untuk kedua belah pihak.
3. Pemilik Rumah bisa Jadi Korban
Pemilik rumah bisa juga menjadi korban oleh pihak penyewa. Ini juga menjadi alasan penting surat perjanjian sewa rumah!
Oleh karena itu, surat perjanjian kontrak rumah juga sangat dibutuhkan oleh pemilik rumah.
Apalagi, sebagai pemilik juga dapat menjadi korban karena resiko dari urusan sewa menyewa rumah.
Kemudian, alasan surat perjanjian sewa rumah harus dibuat karena sering terjadi ketika masa sewa selesai, pihak penyewa meninggalkan rumah dalam keadaan rusak tak seperti kondisi di awal.
Bahkan, pihak penyewa rumah bisa meninggalkan beberapa jenis tagihan seperti tunggakan tagihan air, kartu kredit, maupun tagihan laing yang tak dibayar.
Kerugian ini akan terjadi terlebih tidak ada surat perjanjian sewa rumah.
Ditambah, kerugian imateril seperti tim collection dari pihak eksternal yang terus datang menagih dan mencari pihak penyewa tersebut.
Berangkat dari kejadian inilah, menjadi alasan penting dibuatnya surat perjanjian sewa rumah.
Terlebih salah satu dari kedua belah pihak tidak menjalankan kewajibannya, dan pihak lain tak memperoleh haknya.
Kedua belah pihak tak bisa saling menuntut karena tak memiliki kesepakatan yang dibuat melalui surat perjanjian sewa rumah.
4. Kekuatan Hukum Surat Perjanjian
Sobat WG, bagaimana kekuatan hukum terkait adanya surat perjanjian sewa rumah tersebut?
Surat perjanjian seketika menjadi sah sebagai pengikat seperti yang di atur melalui Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).
Kemudian yang menjadi persyaratan surat perjanjian menjadi sah ketika sudah memenuhi unsur dari; kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu; dan suatau sebab yang tidak terlarang.
Meskipun begitu, Sobat WG harus melihat lagi dalam hal perjanjian tersebut digunakan sebagai bukti. Perjanjian termasuk ke dalam salah satu alat bukti berdasarkan Pasal 1866 KUHPer yaitu bukti tertulis.
Berdasarkan Pasal 1866 KUHPer dan Pasal 164 Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR)/Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB) (“HIR”), alat-alat bukti itu sendiri dalam hukum perdata ada bermacam-macam yang terdiri atas:
- -bukti tertulis;
- -bukti saksi;
- -persangkaan;
- -pengakuan;
- -sumpah.Berdasarkan Pasal 1867 KUHPer dan Pasal 165 HIR, bukti tertulis dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
5. Bukti tulisan-tulisan otentik (akta otentik)
Yaitu suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat (Pasal 1868 KUHPer dan Pasal 165 HIR).
6. Bukti tulisan-tulisan di bawah tangan
Suatu akte yang ditandatangani di bawah tangan dan dibuat tidak dengan perantaraan pejabat umum, seperti misalnya akte jual beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain sebagainya yang dibuat tanpa perantaraan pejabat umum (Penjelasan Pasal 165 HIR).
7. Akta Otentik
Akan tetapi, walaupun akta otentik dan akta di bawah tangan atau perjanjian di bawah tangan sama-sama merupakan alat bukti, kekuatan pembuktiannya dapat menjadi berbeda. Kekuatannya dapat menjadi berbeda karena:
a. Akte otentik itu merupakan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak dari padanya, tentang segala hal yang disebutkan dalam akte itu dan juga tentang yang ada dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja.
Isi dari akte otentik itu dianggap tidak dapat disangkal kebenarannya, kecuali jika dapat dibuktikan, bahwa apa yang oleh pejabat umum itu dicatat sebagai benar, tetapi tidaklah demikian halnya (Penjelasan Pasal 165 HIR).
Hal serupa juga dikatakan dalam Pasal 1870 KUHPer, bahwa akta otentik merupakan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya.
b. Sedangkan untuk suatu akta di bawah tangan atau perjanjian di bawah tangan, akan berlaku sebagai bukti yang sempurna sebagai suatu akta otentik jika diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai (Pasal 1875 KUHPer dan Penjelasan Pasal 165 HIR).
Jika salah satu pihak memungkiri tulisan atau tanda tangannya, atau ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripadanya menerangkan tidak mengakuinya.
Maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan.
c. Perbedaan lain adalah: apabila pihak lain mengatakan, bahwa isi akta otentik itu tidak benar, maka pihak yang mengatakan itulah yang harus membuktikan, bahwa akta itu tidak benar.
Sedangkan pihak yang memakai akta itu tidak usah membuktikan, bahwa isi akta itu betul, sedangkan pada akta bawah tangan, apabila ada pihak yang meragukan kebenaran akta tersebut.
Maka pihak ini tidak perlu membuktikan, bahwa akta itu tidak betul, akan tetapi pihak yang memakai akta itulah yang harus membuktikan bahwa akta itu adalah betul (Penjelasan Pasal 165 HIR).