Sertifikat Hak Milik, Tarif Pajak Rumah Subsidi 2,5%

 Sertifikat Hak Milik, Tarif Pajak Rumah Subsidi 2,5%

Ilustrasi. (Foto: WG)

JAKARTA, WartaGriya.Com – Perubahan adalah keniscayaan. Masih segar di ingatan, Pemerintah membuat kebijakan menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) final atas penjualan tanah dan bangunan non-subsidi, dari 5 persen menjadi 2,5 persen, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya.

Ketentuan ini berlaku hanya untuk properti selain rumah dan rumah susun (rusun) sederhana yang disubsidi pemerintah. Sedangkan untuk penjualan rumah dan rusun sederhana (rumah bersubsidi), dikenakan tarif 1 persen dan berhak atas fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang batasannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 113/PMK.03/2014 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa Dan Pelajar, Serta Perumahan Lainnya, Yang Atas Penyerahannya Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan PMK Nomor 269/PMK.010/2015 tentang Batasan Harga Jual Unit Hunian Rumah Susun Sederhana Milik dan Penghasilan Bagi Orang Pribadi yang Memperoleh Unit Hunian Rumah Susun Sederhana Milik.

Saat ini pemerintah sedang menggalakkan program rumah murah/bersubsidi dalam program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Perumahan bersubsidi yang dikenal juga dengan istilah Rumah Sederhana Tapak (RST) atau Rumahan Sederhana Sehat (RSH) merupakan perumahan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpendapatan rendah (MBR).

Lebih jauh, pemerintah melalui PP Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah, telah mengatur tahapan pelaksanaan pengembangan perumahan untuk MBR. Harga perumahan bersubsidi dibatasi oleh pemerintah. Tidak hanya itu, pembelinya pun dibatasi dengan melihat penghasilan konsumen, yang tentunya menyasar konsumen berpenghasilan rendah sebagai targetnya. Penjualan rumah bersubsidi dengan skema FLPP ini menawarkan Down Payment (DP) dengan nilai nomimal rupiah yang kecil, yang pastinya cukup terjangkau, dengan bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perumahan menengah ke atas atau kredit komersil lainnya.

Selain itu, pemberian diskon tarif BPHTB, adanya subsidi terhadap biaya pembangunan Prasarana Sarana dan Utilitas (PSU) dan juga fasilitas bebas PPN semakin membuat banyak developer yang tertarik untuk bermain di bisnis ini. Jika dirunut dari awal, latar belakang penulisan artikel ini adalah proses “mediasi’’ yang berlarut-larut (yang semoga segera terselesaikan setelah pertemuan terakhir) di salah satu daerah di wilayah yang terhitung masih dalam naungan administrasi Provinsi Sumatera Utara.

Terdapat perbedaan sudut pandang yang menjurus kepada perbedaan pemahaman terkait penerapan tarif dalam aturan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diatur dalam PP 34 Tahun 2016 antara pihak KPP dan pengembang, dikarenakan banyak pengembang belum mengerti, atau lebih gamblangnya, belum mau mengerti dan belum mau menaati sepenuhnya aturan yang (sebenarnya) cukup jelas tanpa perlu ada interpretasi lain.

Jika dibiarkan, hal tersebut dikhawatirkan akan memunculkan persepsi di masyarakat awam bahwa urusan mereka dipersulit oleh kantor pajak. Apalagi jika pengembang dan notaris yang notabene ikut membantu mengurusi hal tersebut ikut mengompori tanpa mencoba menengahi dan bersikap bijak dalam melihat duduk perkara yang sebenarnya.

Seperti telah diketahui bersama, bukti kepemilikan dari penjualan rumah bersubsidi oleh pengembang tidak dalam bentuk Sertifikat Hak Milik (SHM), melainkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Dalam hal ini, pengembang merupakan badan hukum yang berbentuk PT (Perusahaan Terbatas) maupun CV (Commanditaire Vennootschap atau Persekutuan komanditer).

Hal ini selaras dengan kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang memberlakukan aturan bahwa pengembang yang ingin mengerjakan rumah subsidi dari pemerintah harus terdaftar dalam Sistem Registrasi Pengembang (Sireng) yang mana mensyaratkan setiap pengembang harus berbadan hukum dan ikut dalam asosiasi pengusaha pengembang, karena asosiasi-asosiasi tersebut nantinya yang akan melakukan verifikasi terkait ada dan tidaknya proyek pembangunan rumah. Tujuan lainnya agar pembuatan rumah subsidi bisa terpantau dengan baik, termasuk pantauan kerusakan lingkungan.

Karena developer adalah badan hukum, maka tidak diperbolehkan memiliki tanah dengan status SHM, walaupun pada awalnya, pengembang membeli tanah dengan status SHM dari masyarakat.
Dalam prosesnya, developer yang membeli tanah dari masyarakat dengan status SHM harus menurunkan dulu haknya menjadi SHGB, baru dilakukan jual beli dan balik nama ke atas nama pengembang.

Selanjutnya pengembang menjual rumah dengan status SHGB kepada konsumen. Yang sering terjadi, pengembang menjual rumah subsidi dengan memakai nama pengurus kepada calon pembeli rumah bersubsidi agar pembeli rumah nantinya dapat memiliki rumah tersebut dengan status kepemilikan SHM.

SHM merupakan hak terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai seseorang atas tanah seperti termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Jika hal itu dilakukan, maka tarif pajak yang dikenakan adalah 2,5 persen, tidak dapat menggunakan tarif 1 persen walaupun yang dijual adalah rumah bersubsidi.

Dengan skema tersebut, ada peluang dikenakan PPN juga jika omset sudah melebihi 4,8 Miliar karena yang menyerahkan adalah orang pribadi yang (dianggap) usaha pokoknya bukan melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Alasan utama tidak menjual atas nama developer, disebutkan dalam pertemuan yang sudah-sudah, dikarenakan status kepemilikan yang dijelaskan sebelumnya.
Alasan lainnya yang sering dikemukakan pengembang adalah tidak mau merepotkan calon pembeli yang harus meningkatkan lagi status kepemilikan dari SHGB menjadi SHM.

Sumber: https://pajak.go.id/

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *